• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku "Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional" karya Deddy Iskandar Muda



T11/OJ/2010                                                                                           
 Satria Perdana
 210110090044


          Buku Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional, karya Deddy Iskandar Muda ini merupakan salah satu buku yang dapat dijadikan acuan bagi seorang jurnalis yang nantinya akan bekerja atau akan mengambil bidang di dunia pertelevisian. Memang pada dasarnya sama ketika seorang jurnalis menjadi reporter dilapangan, yaitu ia juga menjadi seorang pewawancara atau wartawan. Namun, yang membuatnya berbeda tentu saja media yang digunakan. Reporter sendiri menurut buku ini yang dijelaskan dalam bab 1, halaman 13, pengertiannya adalah sebutan salah satu profesi yang digunakan dalam bisnis media massa, yang lebih dispesifikasikan untuk radio dan televisi.
          Bila seorang reporter tersebut pada dasarnya adalah seorang jurnalis atau wartawan professional, maka ia harus memiliki profesionalisme dalam pemberitaan. Artinya ketika ia sedang mewawancarai narasumber dan saat itu juga mungkin sedang live, maka sebaiknya ia menjalankan apa yang telah tercantum dalam buku Drs. AS Haris Sumadiria M.Si, Jurnalistik Indonesia, Menulis Berita dan Feature, di halaman 104, dalam persyaratan wawancara berita, yaitu :
·    Mempunyai tujuan yang jelas. Kalau dalam siaran radio tujuannya harus mudah divisualisasikan oleh pendengarnya
·    Efisien. Ini merupakan hal yang paling dalam wawancara radio, karena berita atau informasi yang disiarkan selintas dan dalam bentuk suara. Jadi harus efisien dan jelas.
·    Menyenangkan. Untuk membuat khalayaknya senang, peyiar radio harus dapat menghibur mereka dengan pembawaan acara yang disiarkannya dengan simpati yang menyenangkan kepada pendengar.
·    Mengandalkan persiapan dan riset awal. Dalam hal ini tentunya adalah hal yang harus dilakukan di setiap wawancara di media manapun.
·    Melibatkan khalayak. Dalam radio keterlibatan khalayak sangat penting karena dapat membangun dan terus menghidupkan jurnalistik radio. Lagipula, bila dilihat sekarang ini banyak sekali radio yang sering membangun hubungan baik dengan khalayaknya atau pendengarnya.
·    Menimbulkan spontanitas. Dalam radio hal ini adalah hal yang merupakan keunggulan dari radio. Karena, pewawancara radio atai penyiarnya dapat dengan mudah mengatakan hal-hal yang sifatnya spontan.
·    Pewawancara sebagai pengendali. Hal ini adalah yang terpenting dalam setiap wawancara, terutama radio. Karena ketika wawancara radio berlangsung waktu adalah hal yang paling membatasi wawancara dengan narasumber. Jadi penyiar radio atau pewawancara radio harus pandai dalam mengendalikan jalannya wawancara.
·    Mengembangkan logika. Selama wawancara berlangsung, pewawancara di berbagai media harus bisa mengembangkan logikanya selama wawancara agar tujuan dari wawancara tidak melantur.

Bila menjalankan beberapa poin tersebut, menurut saya mungkin akan lebih membuat reporter akan menjadi seorang reporter atau pewawancara yang professional. Dalam buku Jurnalistik Televisi ini pun dijelaskan berbagai macam hal yang dilakukan sebelum melakukan peliputan sampai eksekusi peliputan dilakukan. Kemudian juga dijelaskan apa saja yang harus dilakukan oleh reporter sebelum dan sesudah melakukan siaran atau peliputan.
          Dalam buku Jurnalistik Televisi ini dijelaskan karakter naskah berita televisi yang easy listening dan dikemukakan oleh Soren H.Munhoff dalam “Five Star Approach To News Writing” yaitu Accuracy, Brevity, Clarity, Simplicity, dan Sincerity. Artinya, berita televisi agar mudah dinikmati  oleh penonton haruslah tepat, singkat, jelas, sederhana dan jujur. Dari karakter berita televisi tersebut, bila dibandingkan dengan karakter berita radio seperti dalam buku Jurnalistik Radio, Menata Profesionalisme Reporter dan Penyiar, yaitu berita haruslah Segera dan Cepat, Aktual dan Faktual, Penting Bagi Masyarakat Luas, lalu Relevan dan Berdampak Luas. Dengan adanya beberapa persamaan tersebut, sebenarnya bisa saja kedua karakter ini menjadi komplementer. Namun, yang perlu diingat adalah bentuk yang direalisasikan kepada khalayaknya berbeda. Kalau televisi bentuknya visual, radio bentuknya audio.
          Karena buku Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional sebenarnya lebih membahas tentang reporternya, maka reporter itu sendiri dalam dunia media elektronik televisi Indonesia berbeda dengan reporter di Amerika, seperti yang dijelaskan dalam buku ini di bab 6 tentang reporter di halaman 166, karena sebagai wartawan aktif bertugas mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, lalu menyusunnya ke dalam format penulisan berita kemudian disiarkan. Berarti sudah jelas kalau reporter televisi Indonesia, yang menjadi wartawan ketika ia mencari, mengumpulkan, dan meliput berita ia harus harus memiliki tanggung jawab terhadap Kode Etik Jurnalistik. Mengapa? Karena pada dasarnya setiap kegiatan yang dilakukan oleh wartawan haruslah mengerti tentang segala bentuk kegiatan kewartawanan, yaitu kegiatan jurnalistik. Lalu untuk apa patuh kepada Kode Etik Jurnalistik? Karena Kode Etik Jurnalistik merupakan salah satu hal yang paling penting untuk ditaati oleh para jurnalis agar ia menjalankan kegiatan jurnalistik dengan cara yang benar dan menjadi idealis untuk masyarakat. Karena jurnalis adalah orang-orang yang mengemban amanat rakyat.
          Dalam buku Jurnalistik : Teori dan Praktik , Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, dipaparkan Kode Etik Jurnalistik Wartawan Indonesia di halaman 303, bila dilihat untuk membantu reporter atau wartawan televisi, yang sebaiknya dapat menjadi reporter yang baik adalah berpegang kepada pasal 3 yang isinya “Wartawan tidak menyiarkan karya jurnalistik (tulisan, gambar, suara serta suara dan gambar) yang menyesatkan memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis, serta sensasional” dan pasal 4 yang isinya “Wartawan tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak menyiarkan tulisan, gambar, suara atau suara dan gambar, yang dapat menguntungkan atau merugikan seseorang atau suatu pihak”. Dengan berpegang kepada dua pasalh tersebut akan lebih membuat seorang jurnalis televisi idealis dan menjadi seorang jurnalis yang benar. Karena, bila dilihat sekarang ini, cukup banyak kasus yang ada di dunia pertelevisian Indonesia yang tidak berpegang kepada kedua pasal tersebut. Contohnya beberapa waktu lalu ada siaran di suatu stasiun televisi yang menyiarkan berita tentang Wedus Gembel Merapi sudah mencapai Yogyakarta, dan akhirnya membuat banyak warga panik. Kemudian ada juga siaran televisi yang narasumbernya menyesatkan. Namun, kedua stasiun televisi ini berbeda dan menurut saya, keduanya merupakan televisi milik suatu kelompok tertentu. Jadi stasiun televisi tersebut kurang idealis, karena salah satunya pernah memanfaatkan televisi untuk kepentingan politiknya. Sehingga berdampak kepada wartawannya juga.
          Melalui buku Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional karya Deddy Iskandar Muda ini seorang reporter atau wartawan televisi yang melakukan kegiatan jurnalistik dapat memperoleh ilmu bagaimana menjadi seorang jurnalis televisi yang baik. Selain itu dengan mempelajari buku lainnya tentang jurnalistik dan bagaimana menjadi jurnalis yang baik meskipun dari media yang berbeda, dapat dijadikan acuan juga untuk menjadi seorang jurnalis yang idealis.