• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku "Jurnalistik Televisi : Menjadi Reporter Profesional" karya Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010
M. Zulfikri P. Syatria
210110090143


Dalam Bab 1 halaman 4, terdapat pernyataan bahwa perkembangan teknologi pertelevisian sudah sangat pesat dengan penggunaan satelit sebagai pemancar signal televisi, jadi kejadian di suatu belahan dunia akan cepat diketahui oleh bagian dunia yang lainnya. Hal itu merupakan salah satu arti dari televisi, yaitu tele yang berarti jauh dan vision yang berarti pengelihatan. Jadi televisi disini berfungsi sebagai media yang memberikan informasi kepada masyarakat dari lokasi suatu kejadian dari jarak yang jauh dari para masyarakat.

Di halaman 5, terdapat penyataan bahwa media massa surat kabar, radio, dan televisi, ketiganya memiliki sifat yang saling melengkapi. Menurut saya hal ini memang samapai saat ini benar terbukti. Untuk soal kecepatan, media massa radio menjadi media yang paling pertama memberitakan karena alat yang dibutuhkan oleh reporter untuk memberitakan suatu kejadian tidak perlu banyak, tidak seperti media televisi. Dari media televisi sendiri, mereka memiliki keunggulan karena menggunakan gambar. Untuk media cetak, keunggulannya dari sisi harga yang lebih ekonomis disbanding dengan media radio dan televisi.

Di halaman 15, terdapat pernyataan bahwa reporter itu sebaiknya dispesialisasikan. Hal ini menunjukkan bahwa seorang jurnalis haruslah memiliki ilmu pengetahuan yang luas. Hal ini juga sama dengan yang pernah disebutkan oleh pak Abie, dosen mata kuliah reportase yang menyatakan bahwa seorang jurnalis itu harus menjadi sebuah ensiklopedi berjalan. Tapi apakah pernyataan tersebut juga berarti bahwa siapa saja berhak menjadi jurnalis, walaupun orang itu tidak memiliki latar belakang di dunia jurnalistik, asalkan orang tersebut menguasai sebuah bidang?

Pada halaman 25 terdapat pernyataan bahwa khalayak yang mecari informasi dari media televisi tidak dituntut untuk dapat membaca dengan baik agar mengerti isi berita, seperti yang harus dimilki oleh khalayak media massa cetak, para khalayak yang mencari berita dari media televisi tersebut asalkan bisa mendengar dan melihat apa yang terdapat di televisi. Menurut saya hal tersebut kurang tepat, karena mendengar saja tidak cukup jika ingin mengerti apa yang diinformasikan oleh televisi. Yang harus dilakukan oleh masyarakat khalayak televisi adalah mendengarkan. Karena mendengarkan itu berarti kita sebagai khalayak mendengar apa yang dikatakan pembawa berita dan juga kita memahami apa isi berita tersebut.

Pada halaman 70, pada bagian sinkronisasi, disitu terdapat table yang menggambarkan apa yang dilakukan saat video dan audio sedang diputar di televisi secara bersamaan. Disana tertulis saat video menayangkan ruang gedung yang terbakar, audio juga haruslah menyesuaikan apa yang sedang ditayangkan. Waktu mata kuliah Bahasa Jurnalistik Indonesia yang sedang membahas bahasa  jurnalistik di televisi, dosen saat itu, Pak Dede Mulkan, menunjukkan video dari Metro TV. Video tersebut tidak sesuai dengan yang terdapat dalam table yang ada dalam buku ini. Di video itu reporter Metro TV itu menceritakan apa yang sedang terjadi di belakangnya secara langsung, tetapi tiba-tiba gambar yang terdapat di televisi berganti menjadi gambar kejadian yang sudah lewat, tetapi reporter tetap memberikan informasi apa yang sedang terjadi secara langsung. Hal tersebut membuat para pemirsa menjadi bingung karena apa yang ditayangkan berbeda dengan apa yang dikatakan oleh reporter televisi tersebut. Pak Dede Mulkan juga memiliki pendapat yang bertolak belakang dengan buku ini. Beliau berpendapat bahwa seorang reporter sebaiknya tidak menceritakan apa yang ada di dalam gambar. Sebagai contoh, seorang komentator sepak bola tidak perlu menjelaskan bahwa bola yang ditendang ditangkap dengan baik oleh penjaga gawang, karena dalam siaran di televisi hal itu sudah jelas terlihat.

Pada Bab 4, buku ini menjelaskan tentang Meliput Berita Hingga Siap Siar. Dalam Bab ini dijelaskan secara lengkap dari awal kita meliput berita, menyunting dan menyusun berita, sampai dengan siap menulis naskah berita. Dalam Bab ini juga diberikan contoh-contoh agar para pembaca menjadi lebih mudah untuk memahami dan mengerti apa yang dimaksud oleh penulis.

Pada Bab 5, buku ini membahas Buletin, Format dan Proses Penyiaran. Dalam Bab ini dibahas bagaimana sebuah stasiun televisi menyajikan atau menyiarkan berita yang sudah didapatkan oleh para reporter stasiun televisi tersebut. Sama seperti dalam Bab 4, dalam Bab ini juga diberikan contoh-contoh yang memudahkan para pembaca untuk mengerti dan memahami isi dari Bab ini dengan baik. Bab ini sangat membantu pembaca untuk berlatih dengan baik untuk membuat sebuah siaran berita televisi dengan baik.

Secara keseluruhan, buku ini sudah baik dalam memberikan isi serta pembahasan. Buku ini juga tidak lupa memberikan contoh-contoh untuk mempermudah para pembaca untuk melakukan praktek secara langsung. Buku ini juga memiliki kekurangan-kekurangan. Masih banyak ditemukan kesalahan pada penulisan. Masih banyak istilah-istilah dari bahasa asing yang tidak ditulis cetak miring. Tapi yang jelas, buku ini benar-benar dapat menambah ilmu tentang jurnalistik, khususnya untuk jurnalistik televisi.