• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku “Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional” Karya Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010
Dara Aziliya-210110090145
Sebagai seorang praktisi dalam dunia jurnalisme pertelevisian, Deddy Iskandar Muda dapat dikatakan memiliki kapabilitas yang baik sebagai seorang penulis buku. Bagi seorang penulis yang memiliki pengalaman-pengalaman langsung dalam menjalani profesinya, tentu dapat dengan lebih terbuka dan mudah dalam berbagi berbagai ilmu yang ia dapatkan dari berbagai pengalamannya, melalui sebuah buku. Layaknya dalam buku Seni Wawancara  Radio yang ditulis oleh Jim Beaman dan buku Jurnalistik Radio yang ditulis oleh Masduki, yang keduanya juga merupakan praktisi langsung dalam dunia jurnalisme radio, buku ini turut memperkaya pembacanya melalui pengetahuan-pengetahuan langsung penulisnya yang disusun dalam rangkaian bab  sejumlah 233 halaman secara mendalam . Mengena, langsung, dan tepat sasaran.
Cover  yang didesain untuk buku ini cukup menarik. Buku ini adalah sebuah buku serius dan formal, namun desain cover  dapat dijadikan penyetara keformalan dalam buku ini. Namun bagi saya, gambar yang dipilih untuk cover ini kurang representatif atas kalimat Jurnalistik Televisi. Cover ini seolah membenarkan akan kegiatan jurnalis televisi yang hanya mencari berita tv saja, padahal yang mereka lakukan lebih luas dari itu. Namun tanpa dianalisis, cover ini terbilang menarik dan dapat membuat mata kita berhenti sejenak untuk memandangi buku ini dan ingin mengetahui apa yang ada di dalamnya.
Judul yang dipilih untuk buku ini yaitu Jurnalisme Televisi  cukup merepresentasikan isi buku secara keseluruhan. Gambaran dari dunia jurnalisme televisi, mulai dari pengenalannya secara umum, hingga ke permasalahan-permasalahan dalam penyiaran suatu berita, dipaparkan dengan seksama dan dalam tingkat sistematis yang baik. Bahasa yang digunakan dalam buku ini secara keseluruhan pun cukup mudah dimengerti, bagi kaum atau siapa pun yang membacanya.  Deddi Iskandar Muda, mencoba secara perlahan untuk menanamkan pengertian dan hal-hal teknis ini dengan konsistensi agar pembaca imajinatif, tidak langsung terjun ke lapangan siar televisi itu sendiri, namun memahami dari hal sesederhana mungkin dari dunia jurnalisme televisi tersebut.
Dalam beberapa kalimat, masih terdapat pada buku ini beberapa kata dalam bahasa asing yang tidak ditulis dengan menggunakan huruf miring/ italic. Misalnya kata “scope-nya” yang tidak dimiringkan pada paragraf pertama halaman 23. Saya menyimpulkan kesalahan mungkin terdapat pada kesalahan pengetikan, karena kata dalam bahasa asing lainnya ditulis dengan menggunakan huruf miring. Menariknya, tidak hanya menampilkan sederet huruf-huruf membosankan yang merupakan susunan teori, buku ini juga menampilkan beberapa gambar yang representatif, sehingga isi dari buku ini dapat lebih tersampaikan dengan jelas.
Manusia tidak dapat lepas dari sejarah. Begitu juga dengan dunia jurnalistik televisi. Kita tidak dapat menentukan bagaimana visi ke depan jika tidak mengenal sejarah dengan baik. Seperti buku yang menjelaskan tentang suatu masalah pada umumnya, buku ini juga memberikan sejarah tentang dunia jurnalistik televisi yang tentunya sangat bermanfaat sebagai bahan rujukan dalam mengenal lebih baik lagi seperti apakah jurnalistik televisi itu. Penulis juga induktif, memberikan gambaran dasar tentang program siaran dan reporter pada bab I ini, yang kelak akan dibahas secara lebih terperinci lagi pada bab-bab selanjutnya. Karena hanya merupakan penjelasan secara umum, penulis tidak begitu detil dalam menjelaskan reporter itu sendiri. Secara garis besar hanya ada perbedaan-perbedaan mendasar reporter itu sendiri, dan apa yang ia lakukan, yang kembali digeberkan secara umum saja dan berbentuk saran-saran yang harus dipenuhi oleh seorang reporter. Saya ingin menambahkan hal-hal yang harus ada pada diri seorang reporter, yang oleh Asep Syaiful M Romli, jurnalis asal Bandung, susun secara sistematis. Pertama, tugas utama seorang reporter adalah bertanya dan menggali informasi sebanyak-banyaknya. Kedua, melaporkannya secara objektif kepada publik melalui media massa di mana ia mengabdi. Seorang reporter juga harus memiliki volume suara standar, menguasai teknik membaca yang baik, menguasai teknik vokal yang baik, dan tentu saja menguasai masalah yang ia sajikan.
Inti  dari kesemuaan ini adalah tentu saja berita. Pada bab selanjutnya, kita dapat menyimak tulisan yang mengenalkan kita kembali dan kembali, berita. Ini adalah hasil yang didapay oleh seorang jurnalis yang akan dilaporkan atau diinformasikan seperti apa yang disampaikan  Sahat Sahala T Saragih dalam artikelnya Wawancara, bahwa jurnalis seolah-olah mendapat mandate untuk memenuhi hak ingin tahu dan hak ingin memberitahukan khalayak, di mana hak ini merupakan bagian dari hak asasi manusia. Dalam artikel yang sama, kita juga dapat menemukan nilai-nilai berita. Nah, buku oleh Deddy Iskandar Muda juga turut memaparkan bagaimana sebuah berita yang baik, perbedaan di antara keduanya akan selalu menjadi sumber kekayaan pengetahuan bagi orang yang membacanya. Tidak lupa pula, jenis-jenis berita yang diungkapkan Deddy pada buku ini, yang menambah pengetahuan baru bagi peminat jurnalisme TV yang baru berkecimpung dalam dunia ini, karena tentu saja, ada perbedaan jenis berita antara media cetak dan media elektronik dari berbagai aspek karena melibatkan visualisasi yang berbeda dari khalayaknya.
Deddy berhasil menggambarkan secara detil bagaimana proses penyiaran suatu berita, dari meliput, hingga menyiarkan berita tersebut dalam bab-bab sistematis yang ia susun dalam buku ini. Tidak seperti buku Bagaimana Meliput dan Menulis Berita untuk Media Massa yang ditulis oleh Ashadi Siregar dkk, buku ini lebih mendalam mengupas persoalan teknis-teknis di lapangan dalam setiap langkah menuju penyiaran berita tersebut. Menarik, pembaca tidak hanya diajak memahami teori, namun secara imajinatif turut dihantarkan kepada dunia nyata dari jurnalisme televisi ini. Dari proses meliput berita, format penulisan yang baik, menyuntingnya, proses sebelum penyiarannya, hingga keterlibatan crew studio dalam penyiaran berita tersebut. Semua dapat dengan sederhana kita temukan dalam rangkaian bab yang disusun Deddy untuk buku ini.
Mengenal struktur dari media televisi sendiri tentu juga merupakan hal yang sangat penting, hal-hal krusial ini turut dipaparkan oleh Deddy Iskandar Muda dalam bab-bab akhir pada buku ini. Kita dapat melihat struktur ini secara lengap pada lembar-lembar penghabisan bab dalam buku ini. Persoalan reporter yang diangkat pada bab 1 pun kembali dirincikan pada bab ketujuh. Sebagai seorang jurnalis televisi, tentu kita harus mengenal apa yang disampaikan oleh Deddy pada bab ini, karena kelak, di sini dan bersama orang-orang inilah kita bersosialisasi dalam mengejar tujuan bersama.
Terakhir, buku ini dilengkapi dengan glosarium yang sangat membantu kita dalam memahami istilah-istilah baru, pedoman penulisan, KEJ, dan UU RI tentang pers, keseluruhannya akan memudahkan kita dalam memahami setiap detil yang diungkapkan baik dalam buku ini, ataupun dunia jurnalistik televisi secara keseluruhan.