• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku “Jurnalistik Televisi Menjadi Reporter Profesional” Karangan Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010


Dimas Waraditya Nugraha
210110090221






Jurnalistik Televisi, Menjadi Reporter Profesional karangan Deddy Iskandar Muda isinya tidak menekankan kepada bagaimana menjadi reporter professional, tidak adanya konsistensi antara antara judul buku dan juga isinya. Buku ini berisikan informasi-informasi mengenai seluk-beluk dunia jurnalistik televisi. Dalam buku ini dijelaskan berbagai macam teori serta langkah dalam menyiarkan berita pada media televisi, mulai dari pengertian berita itu sendiri, cara menulis naskah berita televisi, peliputan berita, proses penyiaran, standar-standar prosedur pengoperasian, serta struktur organisasi kerja bagian pemberitaan. Menurut saya pribadi, buku ini menarik dan mudah dimengerti karena di dalam penulisan dan pemilihan kata-kata untuk melengkapi isi dari buku ini tidak menggunakan banyak istilah-istilah yang dapat membingungkan.
Dilihat dari kemasan buku, Cover buku Jurnalistik Televisi ini menggunakan gambar beberapa wartawan di dalam sebuah kotak yang sedang mewawancarai seseorang. Menurut saya, gambar ini cukup menggambarkan isi buku ini. Kotak tersebut menurut saya sudah menggambarkan wujud televisi. Judul buku ini juga sesuai dengan gambar cover, jadi kedua unsur ini membentuk suatu kepaduan.
Mari kita lihat dari keseluruhan isi buku pada tiap bab. Bab pertama, pada bagian sejarah, dibahas secara mendalam mengenai bagaimana pertama kali cikal bakal penyebaran informasi melalui tulisan, ditemukannya cetak mencetak dengan huruf, lalu munculnya radio sebagai media massa, hingga akhirnya televisi. Sayangnya, Terdapat kesalahan pada penulisan poin-poin, sepertinya penulis kurang memperhatikan kaidah penulisan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Dalam penulisan kata “News”, “Interview”, “Feature”, “Magazine”, dan “Live Reporting” seharusnya kata-kata tersebut ditulis dalam huruf miring karena menurut buku EYD dan seputar kebahasa-Indonesiaan karya Ernawati Waridah, kata dalam bahasa asing harus dicetak miring.
Bab kedua, terdapat bahasan tentang berita media televisi. Dalam bahasan ini dikatakan bahwa perbedaan berita di media elektronik dengan di media cetak hanya berbeda dari segi durasi penyajiannya. Saya tidak setuju dengan pernyataan ini. Menurut saya media cetak tidak bisa diukur durasinya. Seharusnya penulis tidak menggunakan satuan durasi dalam membandingkannya, melainkan menggunakan jenis bahasa penyajian berita, dimana pada media elektronik menggunakan bahasa tutur, sedangkan dalam media cetak menggunakan bahasa tulis. Masih pada bab kedua, di sana tertulis bahwa berita adalah suatu fakta atau ide atau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton. Dalam artikel Wawancara dalam Konteks Jurnalisme karya Sahala Tua Saragih dikatakan bahwa ada dua fakta, yaitu fakta realitas psikologi dan fakta realitas sosiologi. Hal ini sesuai dengan pengertian berita dalam buku Jurnalistik Televisi, realitas psikologi memiliki makna sama fakta, sedangkan realitas sosiologi bermakna sama dengan opini.
Bab selanjutnya yaitu bab ketiga dengan judul “Menulis Naskah Berita Televisi”, dijelaskan mengenai formula penulisan berita, struktur berita, tanda baca, angka, dan singkatan, keselarasan/sinkronisasi, dan sumber berita. Salah satu cara untuk mendapatkan informasi mengenai suatu berita adalah dengan wawancara dengan narasumber yang berkaitan dengan berita tersebut. Dalam buku ini dijelaskan mengenai jenis-jenis wawancara, live interview, interview by appointment, press conferences, on-the-spot interview, telepohone interview, dan vox pops. Jenis wawancara ini pada dasarnya sama dengan jenis wawancara untuk media cetak dan radio. Pada bab ini pun dibahas mengenai formula penulisan naskah berita dalam televisi dengan akronim ABC-SS (Accuracy, Brevity, Clarity, Simplicity, dan Sincerity). Ini tidak jauh berbeda dengan buku Terampil Wawancara Panduan Untuk Talk Show Karya R. Fadli, disitu dituliskan “A+B=C. Atau, Accuracy + Balance = Credibility. Artinya, dalam mengalirkan satu talk show dengan menghubungi nara sumber satu per satu (atau sekaligus), maka kriteria akurat harus diutamakan.
Bab keempat berjudul “Meliput Berita Hingga Siap Siar” berisi segi teknis dalam meliput berita. Menurut saya, cukup jelas penjelasan dari bab ini, mulai dari persiapan meliput berita hingga petunjuk penggunaan tanda dalam penulisan naskah. Di sini pun dijelaskan bagaimana persiapan meliput berita sampai kepada menyunting dan menyusun berita.
Bab lima berjudul “Buletin, Format, dan Proses Penyiaran” menjelaskan program buletin pada televisi hingga keterlibatan crew studio dalam sebuah acara televisi. Untuk proses penyiaran berita, disini dijelaskan tentang bagaimana menjadi news presenter, bagaimana cara seorang pembaca berita menyampaikan berita kepada publik agar publik menerima pesan yang disampaikan oleh pembaca berita. Dijelaskan pula pada bab ini bahwa buletin berita merupakan suatu kemasan untuk sekumpulan paket sajian berita denan durasi yang tetap, sedangkan dalam buku Jurnalistik Radio menjelaskan bahwa buletin merupakan bentuk penyampaian berita yang efisien karena keterbatasan waktu siar dan kemampuan dengar publik.
Pada bab keenam, Penulis juga menekankan agar penyiar jangan sampai melupakan standar prosedur penyiaran sekalipun penyiar tersebut merupakan penyiar yang sudah lama berkecimpung dalam industri pertelevisian. Pada bab ketujuh menjelaskan, mengenai struktur organisasi kerja bagian pemberitaan. Bab ini menjelaskan mengenai tugas masing-masing anggota. Bagi saya bab ini harusnya ditambahkan dengan keterlibatan crew studio pada Bab V.