• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku "Jurnalistik Televisi : Menjadi Reporter Profesional" karya Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010                                                                                      
Muhammad Septianto
210110090038


Buku ini memiliki judul yang tidak terlalu menarik dan seperti bersifat formal. Di sub-judulnya terdapat kata “Menjadi Reporter Profesional” yang dapat menarik perhatian pembaca. Hal itu membuat pembaca yang menginginkan untuk menjadi reporter profesional membeli buku ini. Di dalamnya terdapat pengantar, lalu dalam isinya terdapat berbagai materi yang berhubungan dengan jurnalistik televisi.
Pada bagian “Pengantar”, terdapat sejarah berdirinya stasiun televisi di Indonesia dan pandangan penulis, serta harapan yang dimiliki oleh penulis agar pembaca dapat terbantu dengan adanya buku ini. Lalu pada “bab 1 Televisi”, dikemukakan juga tentang sejarah televisi . Dalam sejarah tersebut juga dijelaskan tentang acta diurna yang merupakan hal pertama yang menciptakan informasi yang disebarkan pada saat Kerajaan Romawi Kuno.  Hal tersebut sangat berbeda dengan buku Jurnalistik Radio karangan Masduki yang menjelaskan sejarahnya tanpa menyebutkan asal mula munculnya informasi yang disebarkan. Hal tersebut sudah memperlihatkan bahwa penulis menjelaskan dengan lengkap dan tidak terpaku pada salah satu topik saja.  Bab 1 sejarah tersebut juga menjelaskan perbandingan antara media televisi dengan media radio dan media cetak. Hal tersebut dapat membuat pembaca mengatahui apa saja kenggulan setiap media. Lalu ada juga beberapa istilah yang terdapat dalam jurnalistik televisi, dan buku ini menjelaskan dengan baik. Hal tersebut merupakan poin tersendiri dalam penilaian saya. Pada bagian “Program Siaran” menjelaskan tentang tujuan stasiun televsi dalam mengadirkan program-programnya. Lalu pada bagian “Reporter” terdapat bagian yang menyatakan bahwa ada beberapa kelompok yang termasuk dalam jurnalistik siaran, tetapi tidak diberikan penjelasan secara terperinci. Hal tersebut membuat pembaca merasa kecewa dengan buku ini, karena apa yang diinginkan pembaca tidak dijelaskan. Namun buku ini lebih baik dalam menjelaskan perbedaan antara reporter dan koresponden, dibandingkan dengan buku karya Imam Suhirman (Menjadi Jurnalis Masa Depan, 2006:15-21) yang tidak menjelaskannya. Dalam penjelasannya, pembaca dapat mengetahui bahwa reporter dan koresponden itu berbeda. Dalam buku Jurnalistik Televisi juga dijelaskan tentang faktor teknis yang hars diketahui oleh seorang reporter, sedangkan dalam buku Menjadi Jurnalis Masa Depan lebih condong dalam menjelaskan berbagai hal yang harus dilakukan oleh wartawan atau reporter.
Pada bab 2 Pengertian Berita menjelaskan tentang pengertian berita, unsur berita, hal yang harus dilakukan wartawan, dan beberapa hal yang menyangkut pembuatan berita di media cetak dan elektronik. Namun dalam buku Menjadi Jurnalis Masa Depan menjelaskan pengertian berita, unsur-unsurnya, dan lebih condong ke pembuatan berta di media cetak. Kita dapat mengambil beberapa simpulan bahwa kedua buku tersebut memiliki spesimen pembaca yang berbeda. Pada bagian pengertian berita, buku Jurnalistik Televisi mengutip dari Dean M. Lyle Spencer dalam bukunya News Writing dan dari Mitchel V. Charnley, dan buku Menjadi Jurnalis Masa Depan juga mengutip dari Dean M. Lyle Spencer dan Willian S. Maulsby. Ada kesamaan dalam kutipan tersebut, yakni mengutip dari orang yang sama Dean M. Lyle Spencer. Persamaan tersebut dapat membuat pembaca meyakini bahwa buku maupun artikel yang dibuat oleh Dean M. Lyle Spencer merupakan orang yang dapat dijadikan acuan dalam membuat berita. Dalam kesimpulan yang dinyatakan dalam buku Jurnalistik Televisi, yakni “Berita adalah suatu fakta atau idea tau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton”. Hal tersebut dapat saya kritisi,yakni pada kalimat tersebut tidak dijelaskan opini siapa yang dapat dijadikan berita. Menurut saya, opini wartawan tidak bias dijadikan berita. Oleh karena itu, seharusnya pembenaran kalimat tersebut, “ Berita adalah suatu fakta atau idea tau opini aktual dari narasumber yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton”.
Pada bab 3 Menulis Naskah Berita Televisi menjelaskan tentang berbagai hal yang berkaitan dengan berita di televisi. Kesamaan dalam penulisan berita di media elektronik dan media cetak, yakni menggunakan rumus 5W+1H. namun dalam penulisan berita di elektronik khususnya televisi, diperlukan tambahan lain agar pemirsa dapat memahami dengan mudah. Hal tersebut sangat membantu pembaca dalam memahami pentingnya sebuah naskah berita agar dapat dinikmati bagi khalayak. Pada bab ini juga dijelaskan tentang syarat penulisan sebuah naskah berita, yakni akurat, singkat, jelas, sederhana dan jujur. Pada buku karya H. Rosihan Anwar (Bahasa Jurnalistik Indonesia & Komposisi, 2004: 99-102) menjelaskan seperti kutipan Soewardi idris (Jurnalistik Televisi, 1978), yakni bahasa berita televisi harus bersifat sederhana, kalimat harus pendek dan langsung, tidak memakai kalimat terbalik, dan letak subyek dan predikat harus dekat. Dari kedua buku tersebut memiliki beberapa kesamaan, dan keduanya dapat dijadikan referensi bagi pembaca dalam membuat naskah berita televisi.
Pada bab 5 tentang Buletin Berita menjelaskan bahwa buletin berita merupakan suatu kemasan untuk sekumpulan paket sajian berita denan durasi yang tetap, sedangkan dalam buku Jurnalistik Radio menjelaskan bahwa buletin merupakan bentuk penyampaian berita yang efisien karena keterbatasan waktu siar dan kemampuan dengar publik. Hal tersebut membedakan bahwa dalam jurnalistik radio, buletin terpaku pada kemampuan dengar khalayak dimana kemampuan tersebut memiliki keterbatasan waktu. Namun dalam jurnalistik televisi tidak ada keterbatasan waktu dalam buletin, karena khalayak memiliki menggunakan kemapuan melihat dan mendengar dalam menyimak sebuah buletin  maupun dalam hal lainnya.