• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional Karya Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010                                                                                                   
Fadil Muhammad
210110090024

Televisi merupakan perkembangan medium komunikasi massa setelah media cetak dan radio. Televisi memiliki keunggulan dengan karakternya yang spesifik yaitu audio visual. Walaupun televise memiliki keunggulan di bidang audio visual, menurut hasil penelitian beberapa ahli komunikasi di Jerman televisi dan media massa lainnya masing-masing memiliki kelemahan dan keunggulan sehingga akan saling mengisi.
            Dalam buku ini, di tuliskan bahwa fungsi pers dan media massa digolongkan kedalam enam hal yaitu: (1) menyampaikan fakta, (2) menyajikan opini dan analisis, (3) melakukan investigasi, (4) hiburan, (5) kontrol, dan (6) analisis kebijakan. Media massa adalah alat yang menjadi medium dalam proses ko munikasi massa, tetapi keenam golongan diatas terlalu jauh berbeda dengan dua teori fungsi komunikasi massa dalam buku Komunikasa Massa: Suatu Pengantar karya Drs. Elvinaro Ardianto, M. Si, Dra. Lukiati Komala, M. Si, dan Dra. Siti Karlinah, M. Si. Dalm buku tersebut, dituliskan bahwa menurut Dominick (2001) fungsi komunikasi massa terdiri dari pengawasan, penafsiran, keterkaitan, penyebaran nilai, dan hiburan. Selain itu menurut Effendy (1993) fungsi komunikasi massa terdiri dari fungsi informasi, pendidikan, memengaruhi, meyakinkan, menganugrahkan status, membius, menciptakan rasa kebersatuan, dan privatisasi. Seharusnya fungsi komunikasi massa dan fungsi media massa tidak memiliki terlalu banyak perbedaan. Sedangkan dalam teori dalam buku Jurnalistik Televisi hal yang bisa disamakan hanya mengenai informasi, hiburan, dan pengawasan.
            Akan tetapi, melihat perkembangan media massa khususnya media massa elektronik seperti televisi, fungsi konvensional seperti menerangkan, mendidik, menghibur, dan membujuk telah bergeser. Seperti kata Prof. Deddy Mulyana, M.A., Ph.D. dalam karyanya buku Komunikasi Massa: Kontroversi, Teori, dan Aplikasi, meskipun fungsi-fungsi hingga derajat tertentu masih berlaku, kini plus menyesatkan, membodohi, meninabobokan, memanjakan, dsb.
Pada bab mengenai pengertian berita dalam buku ini dijelaskan cara memilih berita dengan berlandaskan kriteria nilai-nilai berita secara umum yakni (1) timeliness, (2) proximity, (3) prominence, (4) consequence, (5) conflict, (6) development, (7) disaster & crimes, (8) weather, (9) sport, (10) human interest. Nilai-nilai ini cukup sama dengan nilai-nilai berita yang dituliskan oleh Drs. A.S. Haris Sumadiria M.Si dalam buku Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature; Panduan Praktis Jurnalis Profesional yakni keluarbiasaan (unusualness), kebaruan (newness), akibat (impact), aktual (timeliness), kedekatan (proximity), informasi (information), konflik (conflict), orang penting (prominence), ketertarikan manusiawi (human interest), Kejutan (surprising), dan sex (sex).
Deddy Iskandar Muda menjelaskan dalam buku ini bahwa bila pada penulisan media di media cetak digunakan rumus 5W + 1H, begitu pun di media elektronik. Namun agar memudahkan pengertian bagi penonton maupun pendengar media elektonik, rumus tersebut ditambah dengan pendekatan easy listening formula. Salah satu pendekatan easy listening formula yang mudah diingat dan diaplikasikan adalah yang dicetuskan oleh Soren H. Munhoff yakni akronim ABC-SS atau singkatan dari: accuracy (tepat), brevity (singkat), clarity (jelas), simplicity (sederhana), sincerity (jujur).
Formula ini datang dengan alasan yang sama kekurangan dari media elektronik khusunya televisi dan radio yakni karakternya yang selintas. Walaupun karakter selintas ini lebih diberikan pada radio yang sifatnya auditif seperti dalam buku Jurnalistik radio: Menata Profesionalisme Reporter dan Penyiar karya Masduki bahwa syarat-syarat berita radio karena sifat auditifnya ialah local-emosional, personal, selintas, fokus dan antidetil, imajinasi, serta fleksibel.
Kaidah penulisan angka dalam bahasa jurnalistik yang ditegaskan oleh Tri Adi Sarwoko pada buku Inilah Bahasa Indonesia Jurnalistik adalah bahwa angka satu sampai dengan sembilan ditulis dengan lengkap kecuali satuan hitung, satuan ukur, dan mata uang. Terdapat perbedaan dan lebih lengkap, dalam buku Jurnalistik Televisi ini dituliskan bahwa angka nol sampai dengan sebelas yang dituliskan oleh huruf.

Buku ini menjelaskkan hal-hal mengenai lead berita atau teras berita di televisi, termasuk didalamnya tiga jenis lead yakni The Name Lead, The Quotation Lead, dan Lead 5W+1H. Namun dalam buku Jurnalistik Indonesia: Menulis Berita dan Feature; Panduan Praktis Jurnalis Profesional karya Drs. A.S. Haris Sumadiria M.Si diberikan pedoman membuat teras berita secara umum yakni mencerminkan pokok penting, mengandung kurang lebih 30 hingga 45 kata, ditulis dengan kalimat yang baik agar mudah dimengerti, berisi hal-hal yang tidak begitu mendesak, dll.
Hal-hal mengenai Jurnalistik Televisi yang dituliskan oleh Deddy Iskandar Muda dalam buku ini bisa dikatakan cukup lengkap. Mulai dari sejarah singkat perkembangan televisi, pengertian berita dalam konteks jurnalistik berikut cara penulisan naskah dan pelliputanyya. Proses penyiaran, hingga standar prosedur pengoperasian. Apalagi dengan tambahan contoh-contoh seperti table-tabel yang memperjelas pengertian pembaca mengenai hal teknis dalam pertelevisian. Hanya saja penulis kurang memberikan bahan perbandingan yang lebih jelas mengenai perbedaan televisi sebagai media elektronik audio visual dengan media lainnya seperti radio yang terbatas pada suara dan surat kabar yang memiliki kelebihan dalam memberi informasi dengan lebih mendalam. Penulis juga terlalu sedikit mencantumkan teori-teori mengenai jurnalistik televisi dan bila tertulis sebuah teori tidak memberikan pencetusnya.