• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi “Jurnalistik Televisi: Menjadi Reporter Profesional” karya Deddy Iskandar Muda (Tristia Riskawati)


T11/OJ/2010                                                                                              
Tristia Riskawati(210110090293)


Jurnalistik Televisi merupakan buah karya dari praktisi kewartawanan dalam dunia jurnalistik, Deddy Iskandar Muda. Kedudukan profesi yang pernah dilaluinya, seperti Koordinator Liputan Berita di TVRI (Televisi Republik Indonesia)  dan Kepala Sub Seksi Reportase dan Penerangan TVRI Jakarta memberi dasar yang komprehensif dalam penulisan buku berjumlah 233 halaman ini.
Dalam pengantar, penulis mengungkapkan seputar sejarah dunia pertelevisian di Indonesia. Namun, tidak seperti buku jurnalistik-jurnalistik elektronik lain seperti Jurnalistik Radio karya Masduki, tidaklah dipaparkan perihal akhir rezim orde baru dan manfaatnya terhadap kebebasan pers di Indonesia. Dalam buku ini, kata pengantar pun hanya terdiri dari kata pengantar penulis. Menurut saya, sebuah buku akan lebih teruji kredibilitasnya ketika menyertakan kata pengantar dari orang lain yang cukup ternama. Namun dalam buku ini, tidaklah demikian adanya.
Bab I memaparkan tentang serba-serbi Televisi. Bab ini pertama-tama menjelaskan tentang sejarah jurnalistik diikuti dengan pemaparan perekembangan pesat teknologi pertelevisian di dunia. Sekilas pemahaman tentang dunia televisi pun berhasil buku ini paparkan dengan singkat, tetapi tidak terlalu bertele-tele. Fungsi pers dan media massa dijelaskan dalam buku ini, meskipun tidak dijelaskan secara rinci dari mana sumber penulis mencantumkan fungsi-fungsi tersebut. Bahkan, Four Theories of The Press yang terdiri dari teori Authoritarian, Libertarian, Social Responsibility, dan Soviet Communist juga dijelaskan secara singkat dalam buku ini. Pemaparan ini bagaikan versi singkatdari Four Theories of The Press yang dikemukakan oleh Elvinaro dkk. dalam bukunya, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar. Kemudian, pemaparan sekilas tentang reporter seperti apa perbedaannya dengan koresponden, penekanan reporter sebagai pemimpin liputan, atau spesialisasi bidang bagi reporter. Penjelasan hal-hal dasar seperti ini diperlukan bagi para praktisi media untuk mengetahui pondasi-pondasi dari dunia pertelevisian. Mengapa? Karena jika sebuah profesi dilaksanakan secara tidak berdasar, maka kekacauan akan rentan terjadi.
Bab II, menjelaskan tentang penjelasan berita dan jenis-jenisnya. Bagian pertama dalam bab ini diisi penulis dengan mengutip definisi Berita dari George Fox Mott (New Survey Journalism): “Berita dapat didefiniskan sebagai setiap fakta yang akurat atau suatu ide yang dapat menarik perhatian bagi sejumlah besar pembaca.” Definisi dari pakar lain seperti Mitchel V. Charnley juga dipaparkan dalam buku ini sebagai perbandingan. Intisari dalam definisi-definisi ini kemudian penulis simpulkan: “Berita adalah suatu fakta atau ide atau opini faktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengan maupun penonton.”  Penekanan bahwa tidak setiap fakta merupakan hal yang layak untuk diberitakan menjadi salah satu kelebihan dari bab ini. Hal ini membuat calon praktisi televisi yang tidak berasal dari jurusan Jurnalistik memiliki patokan dalam membuat suatu berita. Perbedaan antara berita cetak dan elektronik seperti perbedaan dalam keterbatasan dalam ruang dan waktu dipaparkan secara singkat namun cukup jelas dalam bab ini. Penulis juga memaparkan poin-poin seperti timeliness, proximity, atau human interest sebagai panduan dalam memilih materi berita. Ini akan memudahkan setiap praktisi jurnalistik dalam menentukan pasak beritanya. Jenis-jenis berita seperti Hard News, Soft News, dan Investigative Reports dipaparkan secara gamblang pada bagian terakhir dalam bab ini. Pemaparan-pemaparan dalam bab ini tidaklah serinci buku jurnalistik lain seperti Jurnalistik: Teori & Praktik karya Hikmat Kusumaningrat. Namun hal ini memudahkan pembaca untuk mencerna isi per isi dari bab ini.
Bab III memandu pembaca untuk menulis naskah berita televisi. Dalam bagian pertama, dijelaskan formula penulisan standar yang berlaku dalam cakupan media cetak maupun elektronik, yaitu rumus 5W+1H (what, where, when, who, why + how). Khusus untuk media elektronik, terdapat formula ABC-SS dari Soren H. Munhoff, yaitu singkatan dari Accuracy (tepat), Brevity (singkat), Clarity (jelas), Simplicity (sederhana), dan Sincerity (jujur). Struktur berita seperti “piramida terbalik” dan “batang” juga dipaparkan, berikut filosofi yang mendasari penyebutan istilah tersebut. Panduan menggunakan tanda baca, angka, dan singkatan dalam sebuah naskah berita dengan pendekatan Hear Copy juga dijelaskan dalam bab ini. Bagaimana cara menentukan sumber berita dan serba-serbi wawancara (dari jenis-jenis wawancara hingga prakteknya) juga dipaparkan dengan cukup panjang dalam bab ini. Bahasan tentang wawancara yang memiliki porsi lebih dalam bab ini saya nilai sebagai kelebihan dari bab ini.
Bab IV memberi panduan bagaimana meliput berita hingga siap siar. Persiapan-persiapan yang bersifat teknis dipaparkan dalam bagian pertama bab ini, sehingga praktisi televisi mendapatkan gambaran yang jelas mengenai medan dimana ia akan bekerja. Penggambaran peristiwa dalam berita TV dengan membuat peta lokasi peristiwa merupakan ide brilian yang penulis paparkan dalam bab ini. Namun subbab-subbab  selanjutnya dalam bab ini, seperti Lead Berita, Menulis Naskah Berita, Format Naskah, dan Petunjuk atau “CUE” seharusnya ditempatkan di bab sebelumnya, yaitu “Menulis Naskah Berita Televisi”.
Bab V menjelaskan tentang Buletin, Format, dan Proses Penyiaran. Penulis memaparkan “buletin berita” adalah suatu kemasan untuk sekumpulan paket sajian berita dengan durasi yang tetap. Bagaimana menentukan urutan prioritas dalam membuat satuan berita dijelaskan dalam bab ini. Begitu pula dengan format-format penyajian berita, penyiar berita, teleprompter (layar baca yang diletakkan di depan lensa kamera didesain), proses penyiaran berita, dubbing, tune berita, tanggung jawab saat penyiaran berita, dan keterlibatan crew studio. Penjabaran-penjabaran dalam bab ini cukup komprehensif dan relevan dengan dunia pertelevisian pada saat ini.
Bab VI menjelaskan tentang standar prosedur pengoperasian dalam pertelevisian seperti apa yang harus dilakukan reporter ketika meliput berita siaran tunda dan perbedaannya ketika meliput berita langsung. Standar prosedur pengoperasian bagi penyiar berita pun dipaparkan dari tahap persiapan berita hingga saat di studio. Penulis juga menekankan agar  penyiar jangan sampai melupakan standar prosedur penyiaran sekalipun penyiar tersebut merupakan penyiar yang sudah lama berkecimpung dalam industri pertelevisian.
Bab terakhir memaparkan tentang struktur organisasi kerja bagian pemberitaan. Sebuah organisasi kerja menurut penulis memiliki dasar pembentukan struktur organisasi yang berbeda-beda. Dalam bab ini juga dijelaskan peran-peran atau profesi yang normal terdapat dalam sebuah jajaran organisasi pertelevisian seperti Direktur Pemberitaan, Wakil Direktur Pemberitaan, Penulis Berita, Pembantu Redaksi, Penyiar, Reporter, dan Editor.
Secara keseluruhan, buku ini layak dijuluki sebagai buku rekomendasi nomor satu saya bagi para praktisi yang hendak mendalami dunia pertelevisian. Mengapa? Buku ini menjabarkan elemen-elemen dalam jurnalisme pertelevisian secara lengkap namun tidak terlalu bertele-tele. Walaupun terdapat sistematika penulisan yang kurang sesuai seperti penempatan bab yang tidak relevan, buku ini dapat dimengerti dengan mudah. Rincian-rincian teknis seperti persiapan perangkat dalam meliput atau struktur penulisan dalam naskah berita menjadi keunggulan tersendiri dari buku keluaran penerbit Rosda ini. (***)