• All
  • Category 1
  • Category 2
gravatar

Apresiasi Buku “Jurnalistik Televisi : Menjadi Reporter Profesional” karya Deddy Iskandar Muda

T11/OJ/2010         
                                                                                       
   Atifa Adlina

   210110090007
Buku ini bukan satu-satunya yang membahas tentang jurnalistik televisi. Buku ini menarik karena dikemas dengan bahasa yang tidak sulit dimengerti dan memiliki pembahasan-pembahasan yang jelas. Buku ini pun memiliki khas nya tersendiri. Penulis membuat buku ini gampang untuk dimengerti dikarenakan dengan adanya pembahasan dari awal mula apa televisi itu sendiri.
Untuk bab pertama, dalam buku ini dijelaskan pula apa itu televisi. Pada halaman 4-5 dijelaskan bahwa dengan adanya penemuan televisi, bisa disebut sebagai globalisasi di bidang informasi. Dibandingkan pula bahwa surat kabar memang diperlukan kemampuan membaca bagi pelanggannya, dan harganya pun murah. Untuk radio yang hanya dapat didengar namun cukup praktis. Berbeda lagi dengan televisi, walaupun berkemampuan audiovisual, tetapi harga persetnya relatif mahal selain perlu tempat dan listrik. Ini membuktikan bahwa setiap media informasi mempunyai kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Lalu, pada halaman 7-8 disinggung pula tentang program siaran televisi, yaitu stasiun televisi dapat memilih program yang menarik dan memiliki nilai jual kepada pemasang iklan. Di Indonesia sendiri kecenderungan televisi swasta sudah mulai mengarah kepada sistem di Amerika. Dimulai dengan garapan-garapan sinetron, kuis dan beberapa acara hiburan lain. Cara ini memang menguntungkan stasiun televisi tersebut karena semuanya dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan bisnis, yaitu untung dan rugi. Seperti pada buku “Terampil Wawancara : Panduan untuk Talk Show” karya R. Fadli (165-169) dijelaskan bahwa menjadi sponsor suatu program hanyalah salah satu proses kampanye periklanan melalui media massa, yang harus dilengkapi dengan kampanye lain di pasaran. Pengadaan sponsor sendiri adalah bentuk halus dari pengiklan. Pensponsoran member “kepemilikan” program pada pengiklan. Intinya, peran iklan atau sponsor dengan media, baik untuk media televisi sendiri memiliki perannya tersendiri.
Dalam buku ini pun disinggung pula tentang fungsi pers dan media massa. Terdapat enam poin, yaitu : menyampaikan fakta, menyajikan opini dan analisis, melakukan investigasi, hiburan, kontrol sosial, dan analisis kebijakan. Hal ini diperkuat pula dengan Kode Etik Jurnalistik. Dalam Bab 1 pasal 2 Kode Etik Jurnalistik Persatuan Wartawan Indonesia tentang Kepribadian dan Integritas dinyatakan bahwa wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan karya jurnalistik yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan Negara, persatuan dan kesatuan, menyinggung perasaan agama, kepercayaan suatu golongan yang dilindungi oleh Undang-Undang.
Berbicara tentang siaran dalam televisi, khususnya untuk siaran berita, tidak lepas dengan reporter. Sebenarnya, peran reporter tidak hanya di media televisi saja, tetapi juga untuk media cetak maupun radio. Namun, siaran berita dalam televisi memiliki kesan berbeda untuk reporternya karena terlihat oleh para pemirsa. Pada halaman 14, dijelaskan bahwa seorang reporter tidak bekerja seorang diri, paling tidak disertai dengan juru kamera. Apabila tim itu lenkap, maka disertai pula dengan adanya juru suara dan juru lampu. Bisa dikatakan, reporter dan tim nya mempunyai peranan penting dan peranan tersendiri untuk siaran berita tersebut.
Media pun tidak lepas dengan adanya berita. Pada halaman 22 dalam buku ini disimpulkan bahwa berita adalah suatu fakta atau idea tau opini aktual yang menarik dan akurat serta dianggap penting bagi sejumlah besar pembaca, pendengar maupun penonton. Tujuan utama penyajian berita sendiri adalah menginformasikan peristiwa penting untuk memberikan daya tarik untuk masyarakat. Pada media elektronik sendiri, khususnya untuk televisi, penonton tidak dituntut untuk membaca, asalkan mereka dapat mendengar dan melihat serta menegerti bahasa yang dibawakan. Sedikit berbeda dengan media elektronik radio. Dijelaskan pada buku “Jurnalistik Radio” karya Masduki (hal. 9) bahwa berita adalah peristiwa yang dikomunikasikan kepada pendengar pada saat yang bersamaan dengan peristiwanya. Jelas untuk media cetak dan media elektronik mempunyai perbedaannya masing-masing pula. Untuk media cetak berita itu dibaca, media televisi berita dapat dilihat dan didengar, dan media radio berita hanya dapat didengar.
Berita dalam media televisi pun tidak lepas dengan nilai-nilai berita yang sudah seharusnya. Diantaranya, timeliness, proximity, prominence, consequence, conflict, development, disaster&crimes, weather, sport, dan human interest. Berbeda lagi dengan nilai berita jurnalistik radio. Pada buku “Jurnalistik Radio” karya Masduki (hal. 23-24) nilai berita ditambah dengan adanya sensasional dan besaran kasus.
Media televisi pun mempunyai caranya sendiri dalam menulis naskah berita. Rumus 5W + 1H juga digunakan untuk penulisan media elktronik, namun ada tambahan dengan suatu formula lain agar memudahkan pengertian bagi pemirsa televisi. Pendekatan tersebut disebut sebagai easy listening formula. Selain itu, rumus piramida terbalik pun juga dugunakan media televisi. Urutan piramida terbalik ini dari atas ke bawah adalah : what is the news (topik), set the scene, detail, latar belakang konteks, dan mirror detail.
Jenis-jenis wawancara berita media televisi dengan media cetak pun tidak berbeda. Pada halaman 93-96 pun dijelaskan bahwa jenis wawancara berita terdapat : live interview, interview by appointment, press conference, on the spot interview, telephone interview, dan vox pops. Jenis-jenis wawancara berita ini juga terdapat pada buku “Jurnalistik Indonesia” karya A.S Haris Sumadiria (hal. 107-108). Sedangkan untuk vox pops sendiri, terdapat pula dalam jenis wawancara radio.

Secara keseluruhan, buku ini sudah sangat melingkupi bagaimana jurnalistik televisi itu sendiri. Baik untuk hal-hal mendasar dan perencanaan-perenacanaan serta teknis dalam media televisi itu sendiri. Tidak terdapat kesalahan diksi atau penulisan yang berarti dalam buku ini. buku ini sudah dikemas dengan cukup baik dan menarik. Apalagi, dengan adanya glosarium pula pada halaman terakhir, juga Kode Etik Jurnalistik sebagai tambahan.